Rabu, 04 Oktober 2017

Kekuatan Cinta dalam 'Rumah Tangga yang Bahagia'

*Dedy Ahmad Hermansyah




Mungkin salah satu sebab orang berbeda dalam memaknai cinta adalah umur. Usia tua berbeda dengan usia muda dalam memahami cinta. Nah, bayangkan jika sepasang suami-istri berbeda jauh dalam usia dan mengalami masalah dalam percintaan mereka. Bayangkan pula bagaimana mereka menyelesaikannya, dan bagaimana mereka pada akhirnya menemukan makna cinta bersama. Tema inilah yang disajikan Leo Tolstoy, pengarang besar Rusia, dalam novel kecilnya ‘Rumah Tangga yang Bahagia’.

Pasangan berbeda umur itu adalah Masha atau Marya Alexandrovna dan Sergei Michailich. Masha berumur 17 tahun, Sergei 36 tahun. Masha baru saja berduka atas meningalnya ibunya—ayahnya telah meninggal sebelumnya. Yang tersisa bersamanya adalah Katya yang mengasuhnya sejak kecil dan Sonya, adiknya. Sergei adalah sahabat ayahnya Masha, yang mengatur segala urusan keluarga Masha setelah ayahnya meninggal.


Intensitas kedatangan Sergei ke rumah Masha di desa sederhana, Pokrovskoye, perlahan menerbitkan perasaan simpati dan berubah jadi perasaan cinta kepada diri Masha. Masha menyenangi pribadi Sergei yang sederhana, yang bisa seriang anak-anak 10 tahun. Perasaan cinta itu dikuatkan oleh ingatan akan kata-kata ayahnya dan Katya. Meski ia sendiri merasa kata-kata itu sekadar main-main, namun ia kerap tersipu sendiri. Ayahnya dan Katya pernah dalam waktu yang berbeda mengatakan bahwa Sergei cocok menjadi suami Masha.

Pernah suatu kali, beberapa lama setelah ayah Masha meninggal, Masha memainkan sonata Mozart, dan berhenti di tengah-tengah nada. Katya dan Sergei yang berada di sana menontonnya memiliki pendapat sendiri terhadap permainan Masha. Katya menganggap tidak sopan memainkan nada dan mengakhirinya di tengah-tengah. Sergei, justru sebaliknya, memuji permainan Masha. Betapa berbunga-bunga hati Masha. Ia tak pernah mendengar pujian keluar dari bibir Sergei sebelumnya.


Kisah dan masalah cinta mereka mulai terjalin dalam cerita sejak si Masha terkejut mendapatkan kenyataan bahwa Sergei memiliki perasaan yang sama dengannya: jatuh cinta. Tak lama kemudian, mereka pun menikah. Masha pindah ke desa suaminya, Nikolskoye. Cinta pada musim pertama pernikahan mereka merekah dengan indahnya. Masha mendapatkan pelajaran dari Sergei bahwa kehidupan yang bahagia itu adalah hidup untuk orang lain.

Masalah mulai muncul saat mereka mengunjungi St. Petersburgh. Masha terlena oleh kehidupan kota. Menikmati sungguh acara-acara dansa bersama kalangan kelas menengah. Ia mendapat pujian di sana. Perempuan seusianya iri kepadanya, laki-laki tertampan mengelu-elukannya. Cinta Masha dan Sergei diuji di sini. Perlahan Masha melupakan suaminya. Sementara Sergei cenderung memberi kebebasan kepada Masha, meski hatinya sendiri mulai tersiksa. Sikap Sergei yang demikian itu membuat Masha merasa suaminya tidak mempedulikannya. Di sisi lain, Sergei tetap mencintai Masha, tapi sengaja membiarkannya hanya untuk menunjukkan pandangannya kepada Masha: hidup perkotaan itu dangkal dan nir-makna. Di sini lah perbenturan cara pandang dalam memaknai cinta di antara mereka berdua. Masha, karena dicacah usia muda, ingin diperhatikan, ingin merasakan cinta yang lebih, sementara Sergei hanya ingin hidup yang tenang. Di puncak ketegangan mereka di kota, akhirnya mereka memutuskan kembali ke desa, ke rumah Masha.

Di desa, mereka mulai merenungkan kisah cinta mereka. Dalam satu kesempatan, mereka berbicara satu sama lain, dan saling berbagi perasaan. Masa menumpahkan perasaannya, “Mengapa kau beri aku kebebasan yang aku sendiri tak tahu bagaimana harus mempergunakannya? Mengapa kau berhenti mengajariku? Sekiranya kau membimbing aku, tak kan pernah ada yang terjadi, tak ada”. (hal : 125). Sergei hanya menanggapi dengan penuh kelembutan, “setiap waktu punya bentuk cintanya sendiri-sendiri!” (hal. 127).

Masha merasa bahwa ia tak akan pernah mendapatkan cinta Sergei seperti dulu. Sergei menanggapi, cinta itu sebetulnya tak pernah berubah, yang berubah hanyalah caranya. Yang disesalkan dari masa lalu mereka adalah kesalahan-kesalahan, bukan cinta. Cinta akan selalu ada, hanya dengan bentuk yang berbeda. Akhirnya mereka memulai kehidupan baru, dengan cinta baru yang perlahan tumbuh. Cinta yang ditujukan untuk kepentingan bersama, juga untuk dua anak mereka yang mengisi kehidupan baru mereka.

Boleh jadi kisah Masha dan Sergei adalah kisah yang sangat sederhana. Tetapi karena ditulis dengan sangat apik oleh seorang penulis sekelas Tolstoy, kisah ini menemukan semangatnya tersendiri. Tolstoy berhasil menggambarkan dengan dalam perasaan dan gejolak batin Masha—cerita ini menggunakan sudut pandang seorang Masha. Tolstoy dengan sangat detail menggambarkan suasana pedesaan.

Novel dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari bahasa Inggris “A Happy Married Life”. Penulis (resensi) menyarikannya dari penerbit Pustaka Jaya, cetakan kedua. Leo Tolstoy adalah pengarang Rusia yang karya-karyanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia. Salah satu karyanya yang sohor adalah Anne Karenina. Anne Karenina sendiri adalah cerita keluarga, yang konfliknya adalah perselingkuhan. Anne Karenina telah difilmkan.

Bagi pembaca yang menyenangi kutipan-kutipan menarik yang memikat, menginspirasi dan memotivasi, maka membaca novel kecil ini adalah pilihan yang tepat. Susah untuk tak menemukan kalimat-kalimat yang menohok dan indah dalam satu halaman, untuk kita jadikan kutipan di status facebook, di twitter, atau di buku harian kita.

*****

*Dedy Ahmad Hermansyah. Pustakawan di Komunitas Teman Baca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar